Kamis, 08 Juli 2010

1. Beramal/ Bersedekah

Sekitar pertengahan tahun 1989, menjelang penyelesaian akhir tugas skripsi. Saya masih ingat benar percakapanku dengan sobatku Edi Budhi dalam perjalanan pulang di dinihari itu, setelah seharian tadi bekutat dengan rumus-rumus njelimet di lab komputer kampus. Di tengah keheningan perjalanan menjelang melintasi bundaran di salah satu perumahan super elite di Surabaya, aksi saling diam kami dikejutkan dengan melintasnya sebuah mobil hebat dan mewah, mercy bulldog keluaran terbaru (ukuran saat itu). Iseng kubuka percakapan kepada sobat yang sedari tadi manyun melulu. "Eh Ed, ayo kita balapan siapa nanti yang duluan bisa punya mercy". Sejenak kupikir wah penyakit menkhayalku mulai kumat. Nggak tahunya gayung bersambut, "Ah itu khan harus jadi orang kaya dulu baru bisa beli gituan, sedangkan kita sekarang? Khayal aja kamu Cak!" Panas juga saya dapat jawaban begitu, "Lho Ed kamu setelah lulus nanti apa nggak pingin jadi orang kaya?" "he..he..he..Khayal aja terus Cak!", ketawa khasnya keluar. "Terus terang Ed aku pingin jadi orang kaya, bayangkan saja dengan uang yang banyak, selain beli mercy, kita bisa beramal lebih leluasa ya ke fakir miskin, panti-panti asuhan, anak-anak yang putus sekolah dan lain-lain" cerocosku. "Lho memangnya kalau orang miskin tidak bisa beramal?", Jawab Edi sengit. Wah susah jawabnya nih, setelah agak lama terdiam kujawab asal saja, "Ya bisa saja sih Ed, cuma tidak maksimal". "He..he..he..ada-ada saja Cak, aku terus ya sampai ketemu besok". "Ok aku belok ya, bukan besok tapi nanti sore he..he..yook". Tak terasa kamipun berpisah sesampai di perempatan Kertajaya.

Akhirnya kami lulus bareng dengan predikat memuaskan dan saya dapat pekerjaan di Jakarta di grup perusahaan otomotif sohor di negeri tercinta ini. Setelah bertahun-tahun bekerja hasil yang kudapatkan ternyata...? Tanpa mengurangi rasa bersyukur saya bisa memiliki rumah mungil nun jauh disana (hingga jarang ketemu anak dan matahari), memiliki mobil bekas dan tabungan yang jarang terisi. Sering kutanyakan pada diri sendiri wah kalau begini terus kapan kayanya, kapan bisa beramal "maksimal" (maksimal menurut ukuranku lho) dan seterusnya dan seterusnya. Sampai suatu saat di lampu merah saya memberikan sedikit uang kembalian tol ke seorang pengemis tua (waktu itu belum ada larangan) dan eureka!...pikiranku tiba-tiba terbuka luas lalu terjadi pencerahan di dalam diri, "MENGAPA HARUS MENUNGGU KAYA DULU BARU BERAMAL". Jawaban sudah kudapatkan dan mulai saat itu saya berjanji akan beramal sesuai kemampuan saja. Tidak usah maksimal-maksimalan dulu, biarlah waktu yang membuktikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar