Senin, 01 November 2010

6. Ternyata Harta Kekayaan Dibawa Mati!

Wah nganeh-anehi ya judulnya..., sungguh melawan arus! Untuk itu saya mohon maaf sebesar-besarnya sebelumnya. Ide di atas sungguh sangat menghantui saya selama bertahun-tahun, soalnya sedari kecil saya sudah diajarkan (lupa oleh siapa, yang jelas bukan orang tua saya) "Buat apa mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, toh tidak dibawa mati!" Bukankah begitu saudara-saudara, semacam "doktrin" yang sering kita dengarkan. Ada jawaban yang cukup masuk akal yang kuperoleh saat membaca cuplikan biografi seorang negarawan besar, yaitu harta yang susah payah kita cari dan kumpulkan selama kita hidup, itu nanti khan bisa diwariskan ke anak cucu. Kejadian berikutnya, sering saya "dibantai habis" oleh rekan-rekan ketika saya menyampaikan ide menjadi orang kaya raya. Salah satu jawaban yang mirip di atas sering saya peroleh "Hu... ngapain mau jadi orang kaya toh harta kekayaan nanti tidak dibawa mati!" Lanjutannya "Cari harta secukupnya saja, banyak beramal dan beribadah itu yang lebih penting!"


Terus terang cukup terguncang juga jiwa ini dengan jawaban yang standart dan semakin menjadi bertanya-tanya dalam hati. Aneh, mengapa banyak orang yang tidak ingin menjadi kaya raya dengan harta bertumpuk-tumpuk bergunung-gunung. Padahal dengan kekayaan yang berlebih membuat kita lebih bebas dan leluasa membeli ini itu, memenuhi kebutuhan ini itu dll. lagi pula sampai saat ini tidak ada undang-undang yang melarang lho untuk menjadi orang super kaya.


Sampai akhirnya saya mendengar pendapat seorang pakar di salah satu stasiun televisi yang menyatakan, bahwa "Pendapat bahwa kita tidak usah mengumpulkan harta karena tidak dibawa mati, itu adalah propaganda penjajah Belanda dalam rangka agar pribumi terjajah tetap lemah dan tidak menjadi "kekuatan baru". Tapi saya masih belum puas dengan jawaban tersebut. Nih kalau kebanyakan mikir.... sedenk...sedenk dah!


Lagi, pada salah satu program televisi yang sedang membahas otomotif, ternyata mampu memberikan jawaban secara tidak langsung ketika dijelaskan tentang konversi tenaga, dimana dari bahan bakar dapat diperoleh tenaga gerak dengan perantaraan mesin bakar. Dari sini saya mendapatkan ide; bagaimana halnya dengan harta kekayaan yang berhasil kita himpun lalu kita konversikan menjadi "sesuatu" dulu, sehingga dapat kita bawa mati, mungkinkah? Sesuatu itu ternyata berwujud AMAL! Karena amal-lah yang sesungguhnya menjadi teman kita saat kita sudah tiada. Ingat! Kita lahir tanpa teman, begitu pula saat maut menjemput. Kita mati tanpa teman, selain amal kebajikan selama hidup di dunia!
Logis bukan? So dari sini dapat saya simpulkan sendiri (mohon maaf semoga hal ini tidak lagi melawan arus), bahwa "Ternyata harta kekayaan yang kita himpun bisa kita bawa menjadi bekal mati setelah kita konversikan dalam bentuk amal yang luar biasa". Harta dapat dikonversikan menjadi amal ketika kita; bersedekah, berzakat, menyumbang korban bencana, menjadi orang tua asuh, mendirikan rumah yatim piatu, panti jompo, rumah sakit dan sekolah khusus bagi orang tidak mampu, membangun tempat ibadah berikut fasilitasnya, membangun badan pelestarian alam, membangun badan penanggulangan bencana yang mampu bertindak cepat dan semua hal berbau kebaikan untuk kepentingan orang banyak terutama bagi yang tidak mampu, yang semuanya harus kita lakukan semata-mata untuk cinta dan pengabdian kita kepada Sang Pencipta. Ikhlassss....
Hanya yang perlu diingat, harta yang kita himpun adalah dicari dengan halal dan dalam pencariannya jangan sampai kita terlena sehingga lupa kesehatan sendiri, lupa keluarga, sanak saudara dan ibadah apalagi sampai kita diperbudak olehnya. Amit-amit dah...Maaf ini cerita teman tentang saudaranya, saking ambisiusnya mengumpulkan harta thok, dia terkena sroke sampai akhirnya meninggal. Stroke akibat terlalu banyak memikirkan harta dan terlalu berani berutang besar-besaran pada bank tanpa perhitungan matang.
Eureka!!! BANGKIT DAN BANGKITLAH SAUDARAKU CARI HARTA DUNIA SEBANYAK-BANYAKNYA SAMBIL BERAMAL SEBESAR-BESARNYA. HIDUP TIDAK HARUS MISKIN, SENGSARA, MENDERITA DAN TIDAK BAHAGIA, MAKA BANGKITLAH! SEMUA MANUSIA BERHAK MENJADI KAYA, BERHAK BERAMAL SEBESAR-BESARNYA UNTUK BEKAL DI "KEHIDUPAN BERIKUT". Kita dilahirkan oleh orang tua kita yang miskin itu takdir, tapi nasib kita bukanlah takdir karena nasib kita hanya kita sendiri yang bisa merubahnya.